Monday, December 17, 2018

Landasan Filosofis, Religius, dan Psikologis

BAB I. PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Salah satu dari berbagai masalah filsafat yang harus dihadapi konselor adalah bagaimana konselor menggunakan landasan filosofis sehubungan dengan perannya sebagai orang yang membantu orang lain (klien) dalam melakukan pilihan dan kebebasan, serta sebagai pembentuk tingkah laku individu dalam hubungannya dengan orang lain. Pengkajian landasan filsofis bimbingan dan konseling ini difokuskan kepada pembahasan mengenai (1) makna, fungsi, dan prinsip-prinsip filosofis; dan (2) hakikat manusia.
Pendekatan bimbingan dan konseling yang terintegrasi di dalamnya dimensi agama, ternyata sangat disenangi oleh masyarakat Amerika dewasa ini. Kondisi ini didasarkan kepada hasil polling Gallup pada tahun 1992 yang menunjukkan:
1.      Sebanyak 66% masyarakat menyenangi konselor yang profesional, yang memiliki nilai-nilai keyakinan dan spiritual.
2.      Sebanyak 81% masyarakat menyenangi proses konseling yang memperhatikan nilai-nilai keyakinan (agama)
Agar perkembangan anak didik itu dapat berlangsung dengan baik, dan terhindar dari munculnya masalah-masalah psikologis, seperti terwujud dalam perilaku menyimpang atau bersifat infantilitas (kekanak-kanakan). Maka mereka perlu diberikan bantuan yang sifatnya pribadi. Bantuan yang dapat memfalitasi perkembangan peserta didik melalui pendekatan psikologis adalah layanan bimbingan dan konseling. Bagi konselor memahami aspek-aspek psikologis pribadi klien merupakan tuntutan yang mutlak,  sehingga mereka memiliki pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan yang bermakna baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah Landasan Filosofis ?
2.      Bagaimanakah Landasan Religius ?
3.      Bagaimanakah Landasan Psikologis ?
C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui Landasan Filosofis.
2.      Untuk mengetahui Landasan Religius.
3.      Untuk mengetahui Landasan Psikologis.

BAB II. PEMBAHASAN

A.    LANDASAN FILOSOFIS
1.      Makna, Fungsi, dan Prinsip-prinsip Filosofis Bimbingan dan Konseling
Kata filosofis atau filsafat adalah bahasa arab yang berasal dari kata yunani: filosofia (philosophia). Dalam bahasa yunani kata filosofia itu merupakan kata majemuk yang terdiri atas filo (philos) dan sofia (shopos). Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin mengetahui segala sesuatu. Sementara sofia  artinya kebijaksanaan atau hikmah. Dengan demikian, filsafat itu artinya cinta kepada kebijaksanaan atau hikmah; atau ingin mengerti segala sesuatu dengan mendalam.
Sepanjang masa manusia selalu bertanya-tanya tentang makna atau hakikat segala sesuatu, termasuk hakikat dirinya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan itu seperti: Apakah makna hidup itu? Dari mana asal manusia, dan kemana perginya? Siapakah saya (manusia) ini? Pertanyaan-pertanyaan itu tidak mudah untuk dijawab, karena menyangkut misteri hidup, yang tetap merupakan teka-teki bagi manusia.
Mempelajari filsafat tidak hanya sebatas memikirkan sesuatu sebagai perwujudan dari hasrat atau keinginan untuk mengetahui sesuatu (curiosity), melainkan memang filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa (1) setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan, (2) keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri, (3) dengan berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik, dan (4) untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah. Dengan berfilsafat seseorang akan memperoleh wawasan atau cakrawala pemikiran yang luas sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat. Keputusan tersebut mempunyai konsekuensi tertentu yang harus dihadapi secara penuh tanggung jawab. Menghadapi resiko sebagai rasa tanggung jawab bukan berdasar suatu paksaan, melainkan lahir dari kesadaran akan nilai kemanusiaan yang melekat pada dirinya, yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab akan perbuatan atau tindakannya sendiri. Orang yang mencintai hikmah atau berpikir yang bijaksana (orang yang berfilsafat) dalam mengambil suatu keputusan akan senantiasa didasarkan kepada pertimbangan yang matang untuk menemukan sesuatu yang dipandang baik atau bermakna bagi diri sendiri atau orang lain. Oleh karena itu, keputusan yang diambilnya akan terhindar dari kemungkinan konflik dengan pihak lain, bahkan sebaliknya dapat mendatangkan kenyamanan atau kesejahteraan hidup bersama, walaupun berada dalam iklim kehidupan yang serba kompleks.
Pembahasan tentang makna dan fungsi filsafat di atas dalam kaitannya dengan layanan bimbingan dan konseling, Prayitno dan Erman Amti (2003: 203-204) mengemukakan pendapat Belkin (1975) yaitu bahwa “Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filsafat tentang berbagai hal yang tersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam mengambil keputusan yang tepat. Di samping itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.
John. J. Pietrofesa et.al.I (1980: 30-31) mengemukakan bahwa terdapat beberapa prinsip yang terkait dengan landasan filosofis dalam bimbingan, yaitu sebagai berikut.
Objective Viewing. Dalam hal ini konselor membantu klien agar memperoleh suatu perspektif tentang masalah khusus yang dialaminya, dan membantunya untuk menilai atau mengkaji berbagai alternatif atau strategi kegiatan yang memungkinkan klien mampu merespon interes, miat, atau keinginannya secara konstruktif. Seseorang akan berada dalam dilema apabila dia merasa tidak mempunyai pilihan. Melalui layanan bimbingan, seseorang (klien) akan dapat menggali atau menemukan potensi dirinya, dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan baru yang dialaminya
The Counselor must have the best interest of client at heart. Dalam hal ini konselor harus merasa puas dalam membantu klien mengatasi masalahnya. Konselor menggunakan keterampilannya untuk membantu klien dalam upaya mengembangkan keterampilan klien dalam mengatasi masalah (coping) dan keterampilan hidupnya (life skills).
John J. Pietrofesa et.al. (1980) selanjutnya mengemukakan pendapat James Cribbin tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan itu sebagai berikut.
a.    Bimbingan hendaknya didasarkan kepada pengakuan akan kemuliaan dan harga diri individu (klien) dan atas hak-hkanya untuk mendapat bantuan.
b.    Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesimambungan. Artinya bimbingan merupakan bagian integral dalam pendidikan.
c.    Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta bantuan atau pelayanan.
d.   Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus profesi kesehatan mental. Bimbingan dilaksanakan melalui kerjasama, yang masing-masing bekerja berdasarkan keahlian atau kompetensinya sendiri.
e.    Fokus bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan potensi dirinya.
f.     Bimbingan merupakan elemen pendidikan yang bersifat individualisasi, personanlisasi, dan sosialisasi.
2.      Hakikat Manusia
Pada uraian berikut dipaparkan beberapa pendapat para ahli atau mazhab konseling tentang hakikat manusia.
a.       Viktor E.Frankl (Prayitno dan Erman Amti, tt: 207-208) mengemukakan bahwa hakikat manusia itu sebagai berikut.
1)      Manusia, selain memiliki dimensi fisik dan psikologis, juga memiliki dimensi spiritual. Ketiga dimensi itu harus dikaji secara mendalam apabila manusia itu hendak dipahami dengan sebaik-baiknya. Melalui dimensi spiritualnya itulah manusia mampu mencapai hal-hal yang berada diluar dirinya dan mewujudkan ide-idenya.
2)      Manusia adalah unik, dalam arti bahwa manusia mengarahkan kehidupannya sendiri.
3)      Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebebnarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu sendiri.
b.      Sigmund Freud mengemukakan sebagai berikut.
1)      Manusia pada dasarnya bersifat pesimistik, determinitistik, mekanistik, dan reduksionistik.
2)      Manusia dideterminasi oelh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, drongan-dorongan biologis, dan pengalaman masa kecil.
3)      Dinamika kepribadian berlangsung melalui pembagian enerji psikis kepada Id, Ego, dan Superego yang bersifat saling mendominasi.
4)      Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif; naluri kehidupan (eros) dan kematian (tanatos).
5)      Manusia bertingkah laku dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari rasa sakit (pleasure principle).
3.      Tujuan dan Tugas Kehidupan
Secara naluriah manusia memiliki kebutuhan untuk hidup bahagia, sejahtera, nyaman, dan menyenagkan. Secara ekstrim, Freud mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu mengejar kenikmatan (pleasure primciple) dan menghindar dari rasa sakit (kondisi yang tidak menyenagkan).
Prayitno dan Erman Amti (2002: 10-13) mengemukakan model Witner dan Sweeney tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya mengembangkan dan mempertahankan sepanjang hayat. Menurut mereka, ciri-ciri hidup sehat sepanjang hayat itu ditandai dengan lima kategori tugas kehidupan, yaitu sebagai berikut.
a.       Spiritualitas. Dalam kategori ini terdapat agama sebagai sumber inti bagi hidup sehat. Dimensi lain dari aspek spiritualitas ini adalah (1) kemampuan memberikan makna kepada kehidupan, (2) optimis terhadap kejadian-kejadian yang akan datang, dan (3) diterapkannya nilai-nilai dalam hubungan antar orang serta dalam pengambilan keputusan.
b.      Pengaturan Diri. Seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat ciri-ciri (1) rasa diri berguna, (2) pengendalian diri, (3) pandangan realistik, (4) spontalitas dan kepekaan emosional, (5) kemampuan rekayasa intelektual, (6) pemecahan masalah, (7) kreatif, (8) kemampuan berhumor, dan (9) kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat.
c.       Bekerja. Dengan bekerja seseorang akan memperoleh keuntungan ekonomis (terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan), psikologis (rasa percaya diri, dan perwujudan diri), dan sosial (status dan persahabtan).
d.      Persahabatan. Persahabatan merupakan hubungan sosial, baik antar individu maupun dalam masyarakat secara lebih luas, yang tidak melibatkan unsur-unsur perkawinan dan keterikatan ekonomis. Persahabtan ini memberikan tiga keutamaan kepada hidup yang sehat, yaitu (1) dukungan emosional, (2) dukungan material, dan (3) dukungan informasi.
e.       Cinta. Dengan cinta hubungan seseorang dengan orang lain cenderung menjadi amat intim, saling mempercayai, saling terbuka, saling kerjasama, dan saling memberikan komitmen yang kuat. Penelitian Flanagan (1978) menemukan bahwa pasangan hidup suami-istri, anak, dan teman merupakan tiga pilar paling utama bagi keseluruhan penciptaan kebahagiaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Perkawinan dan persahabatan secara signifikan berkontribusi kepada kebahagiaan hidup.
Bagi bangsa Indonesia yang menjadi landasan filosofis bimbingan dan konseling adalah Pancasila, yang nilai-nilainya sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat. Sehubungan dengan hal itu, program bimbingan dan konseling harus merujuk kepada nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila tersebut. Pancasila sebagai landasan bimbingan dan konseling mempunyai implikasi sebagai berikut.
a.       Tujuan bimbingan dan konseling harus selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila. Dengan demikian tujuan bimbingan dan konseling itu adalah memfasilitasi individu (peserta didik) agar mampu (1) mengembangkan potensi, fitrah, atau jati dirinya sebgai makhluk Tuhan, dengan cara menimani, memahami dan mengamalkan ajaran-Nya; (2) mengembangkan sikap-sikap yang positif, seperti respek terhadap harkat dan martabat diri sendiri dan orang lain, dan bersikap empati; (3) mengembangkan sikap kooperatif, kolaboratif, toleransi dan altruis (ta’awun bilma’ruf); (4) mengembangkan sikap demokratis, menghargai pendapat orang lain, bersikap terbuka terhadap kritikan orang lain, dan bersikap mengayomi masyarakat; dan (5) mengembangkan kesadaran untuk membangun bangsa dan negara yang sejahtera dan berkeadilan dalam berbagai aspek kehidupan (ekonomi, hukum, pendidikan, dan pekerjaan).
b.      Konselor seyogianya menampilkan kualitas pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu beriman dan bertakwa, bersikap respek terhadap orang lain, mau bekerjasama dengan orang lain, bersikap demokratis, dan bersikap adil terhadap para siswa.
c.       Perlu melakukan penataan lingkungan (fisik dan sosial budaya) yang mendukung terwujudkannya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan perorangan maupun masyarakat pada umumnya. Upaya-upaya itu di antaranya: (1) menata lingkungan hidup yang hijau berbunga, dan bersih dari populasi (udara, air, dan limbah/sampah); (2) mencegah atau memberantas kriminalitas, minuman keras, judi, dan penggunaan obat-obatan terlarang (seperti narkoba/Naza); (3) menghentikan tayangan-tayangan Televisi yang merusak aqidah, dan akhlak (moral) warga masyarakat, terutama anak-anak dan remaja; (4) mengontrol secara ketat penjualan alat-alat kontrasepsi (terutama pil dan kondom); dan (5) memberantas korupsi dan mealkukan clean government (pemerintahan yang bersih).

B.     LANDASAN RELIGIUS
1.      Hakikat Manusia Menurut Agama
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya.
Fitrah beragama ini merupakan potensi yang arah perkembangannya amat tergantung pada kehidupan beragama lingkungan dimana orang (anak) itu hidup, terutama lingkungan keluarga. Apabila kondisi tersebut kondusif, dalam arti lingkungan itu memberikan ajaran, bimbingan dengan pemberian dorongan (motivasi) dan ketauladanan yang baik (uswah hasanah) dalam mengamalkan nilai-nilai agama, maka anak itu akan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur (berakhlaaqul kariimah)
Seperti halnya fitrah beragama, maka hawa nafsu pun merupakan potensi yang melekat pada setiap diri individu. Hawa nafsu (naluri atau instink) ini, seperti nafsu makan, minum, dan seksual keberadaannya amat bermanfaat bagi kelangsungan hidup individu sendiri.
Keberadaan hawa nafsu itu disamping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat melahirkan madlarat (ketidak-nyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik personal maupun sosial). Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu itu tidak dikendalikan, karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu adalah mendorong manusia kepada keburukan atau kejahatan (innannafsa laammaaratun bissuui).
Kemampuan individu (anak) untuk dapat mengembangkan potensi “takwa” dan mengendalikan “fujur”-nya, tidak terjadi secara otomatis atau berkembang dengan sendirinya, tetapi memerlukan bantuan orang lain, yaitu melalui pendidikan agama (bimbingan, pengajaran, dan pelatihan), terutama dari orangtuanya, sebagai pendidik pertama dan utama di lingkungan keluarga.
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identitas dirinya (self-identity) yang hakiki, yaitu sebagai ‘abdullah (hamba allah) dan khalifah di muka bumi.
2.      Peranan Agama
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut.
a.       Memelihara Fitrah
Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Namun manusia mempunyai hawa nafsu (naluri atau dorongan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan), dan juga ada pihak luar yang senantiasa berusaha menggoda atau menyelewengkan manusia dari kebenaranm yaitu setan, manusia sering terjerumus melakukan perbuatan dosa. Agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya dan terhindar dari godaan setan (sehingga dirinya tetap suci), maka manusia harus beragama, atau bertakwa kepada Allah, yaitu beriman dan beramal shaleh, atau melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Apabila manusia telah bertakwa kepada Tuhan, berarti dia telah memelihara fitrahnya, dan ini juga berarti bahwa dia termasuk orang yang akan memperoleh rahmat Allah.
b.      Memelihara Jiwa
Agama sangat menghargai harkat dan martabat, atau kemuliaan manusia. Dalam memelihara kemuliaan jiwa manusia, agama mengharamkan atau melarang manusia melakukan penganiayaan, penyiksaan, atau pembunuhan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
c.       Memelihara Akal
Dengan akal, manusia memiliki:
1)      Kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk, atau memahami dan menerima nilai-nilai agama; dan
2)      Mengembangkan ilmu dan teknologi, atau mengembangkan kebudayaan.
d.      Memelihara Keturunan
Agama mengajarkan kepada manusia tentang cara memelihara keturunan atau sistem regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara keturunan itu adalah pernikahan.
M. Surya (1997) mengemukan bahwa agama memegang peranan sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri. Hal ini diakui oleh ahli klinis, psikiatris, pendeta, dan konselor bahwa agama adalah factor penting dalam memelihara dan memperbaiki kesehatan mental. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi, dan ketegangan lainnya, dan memberikan suasana damai dan tenang.
Dekadensi moral itu seperti terjadinya kasus-kasus yang terkait dengan larangan 5M, yaitu:
1)      Madat       = Narkoba dan Miras
2)      Madon      = Berzina, prostitusi, free sex, atau kumpul kebo
3)      Maling      = Korupsi, mencuri, mencopet, dan ngompas
4)      Main         = Berjudi
5)      Mateni      = Membunuh (diri sendiri maupun orang lain)
Berikut akan dikemukakan pendapat para ahli tentang pengaruh agama terhadap kesehatan mental.
1)      William James (seorang filosof dan ahli ilmu jiwa Amerika) berpendapat sebagai berikut.
a)      Tidak diragukan lagi bahwa terapi terbaik bagi keresahan adalah keimanan kepada Tuhan.
b)      Keimanan kepada Tuhan merupakan salah satu kekuatan yang harus terpenuhi untuk menopang seseorang dalam hidup ini.
c)      Antara kita dengan Tuhan terdapat suatu ikatan yang tidak terputus apabila kita menuduhkan diri di bawah pengarahan-Nya, maka semua cita-cita dan harapan kita akan tercapai.
d)     Gelombang lautan yang menggelora, sama sekali tidak membuat keruh ketenangan relung hati yang dalam dan tidak membuatnya resah. Demikian halnya dengan individu yang keimanannya mendalam, ketenangannya tidak akan terkeruhkan oleh gejolak superfisial yang sementara sifatnya. Sebab individu yang benar-benar religius akan terlindung dari keresahan, selalu terjaga keseimbangannya, dan selalu siap untuk menghadapi segala malapetaka yang terjadi.
2)      Dadang Hawari Idries (psikiater) mengemukakan bahwa dari sejumlah penelitian para ahli bisa disimpulkan:
a)      Komitmen agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit dan mempercepat pemulihan penyakit
b)      Agama lebih bersifat protektif daripada problem producing
c)      Komitmen agama mempunyai hubungan signifikan dan positif dengan clinical benefit
Mengenai kaitan antara keimanan kepada Tuhan dan pengalaman ajaran-Nya dengan kesehatan mental, dalam alquran banyak ayat yang menunjukkan hal tersebut, yaitu sebagai berikut.
1)      Surah At-Tiin mengisyaratkan bahwa “manusia akan mengalami kehidupan yang hina/jatuh mertabatnya termasuk juga kehidupan psikologis yang tidak nyaman (mentalnya tidak sehat) kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (berbua kebajikan)”
2)      Senada dengan surah At-Tiin adalah surat Al-‘Ashr, yaitu bahwa “semua manusia itu merugi (celaka hidupnya, tidak tentram, atau perasaan resah dan gelisah) kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, dan saling mewasiati dengan kebenaran dan kesabaran.”
3)      Surah Ar-Ra’du: 28, “yaitu, orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berzikir kepada Allah-lah, hati akan menjadi tentram (bahagia).”
4)      Surat Al-Baqoroh: 112
Tidaklah demikian, bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhan-Nya, tidak ada kekhawatiran atau kecemasan dan tidak pula kesedihan bagi mereka.
5)      Surat Al-Ahqof: 13
Sesungguhnya orang yang menyatakan Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka tetap istiqomah (teguh pendirian dalam keimanan kepada Allah dan menjalankan syariat-Nya), maka tidak ada kekhawatiran bagi mereka, dan tidak pula berduka cita.
6)      Surat Al-Israa: 82
Dan kami menurunkan dari Alquran, sebagai obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
7)      Surat Yunus: 57
Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu ‘mauidhah’ (nasihat) dari Tuhanmu, pemyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada (syifaaun lima fish shuduur), petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

3.      Persyaratan Konselor
Prayitno dan Erman Amti mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut.
a.       Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketakwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
b.      Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalah klien.
c.       Konselor harus benar-benar memperhatikan dan menghormati agama klien.

C.     LANDASAN PSIKOLOGIS
1.      Motif
Motif adalah kekuatan yang mendorong dan mengarahkan perilaku.
a.       Pengelompokan motif :
1)      Motif Primer dan Motif Skunder
Motif primer disebut juga motif dasar(basic motif) atau biological drives (karena dari kebutuhan-kebutuhan biologis). Motif ini bersifat naluriah(instinktif) yang tidak dipelajari. Meliputi,
a)      Dorongan fisiologis (physiological drive), bersumber pada kebutuhan organis(organic needs). Meliputi: dorongan untuk makan, minum, bernafas, mengembangkan keturunan, beristirahat dan bergerak, dan sebagainya.
b)      Dorongan umum dan motif darurat, bentuk-bentunya yang ssuai dengan perangsang tertentu berkembang karea dipelajari. Meliputi: perasaan takut,dorongan kasih sayang, dorongan ingin tahu, dorongan untuk melarikan dirimenyerang, berusaha dan mengejar.
2)      Motif sekunder disebut juga motif social merupakan motif yang dipelajari. Meliputi: dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan, dorongan mengejar suatu kedudukan(status), dorongan berprestasi, dan sebagainya.
Motif menurut Woodwort dan Marquis
a)      Motif atau kebutuhan organis, seperti: kebutuhan untuk makan, minum, bernapas, seksual, beristirahat dan bergerak.
b)      Motif darurat, seperti: motif untuk menyelamatkan diri, membalas, mengejar, berusaha, dan menyerang.
c)      Motif objektif, yaitu:
Motif untuk melakukan eksplorasi atau motif menyelidiki, tujuannya untuk memperleh sesuatu kebenaran yang lebih objektif.
d)     Motif manipulasi, untuk menggunakan sesuatu dari lingkungan, sehingga dapat berguna bagi dirinya sendiri dalam memelihara kelangsungan hidupnya.,
e)      Motif interest (minat), untuk memusatkan kegiatan dan perhatian terhadap suatu objek yang banyak bersangkutan dengan diri individu.
b.      Pengukuran motif
Mengukur motif dengan mengidentifikasi beberapa indicator, yaitu:
1)      Durasi kegiatanya
2)      Frekuensi kegiatannya
3)      Persistensinya (ketetapan atau kelekatannya) pada tujuan kegiatan yang dilakukan.
4)      Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, enaga, pikiran, bahkan jiwanya) untuk mencapai tujuan.
5)      Ketabahan, keuletan dan kemauannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.
6)      Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
7)      Tingkat kualifikasi dari prestasi, produk atau output yang dicapai dari kegiatannya.
8)      Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatannya.
c.       Beberapa Usaha untuk membangkitkan atau memperkuat motif
1)      Menciptakan situasi kompetisi yang sehat
2)      Adakan apcemaking, yaitu usaha untuk merinci tujuan jangka panjang menjadi bberapa tujuan jangka pendek
3)      Menginformasikan tujuan yang jelas
4)      Memberikan penghargaan atau hadiah daalam hal tertentu
5)      Memberi kesempatan untuk sukses.

2.      Konflik dan Frustasi
a.       Konflik
Beberapa macam motif yang saling bertentangan merupakan konflik psikis, yaitu suatu pertentangan batin, suatu kebimbangan, suatu keragu-raguan motif mana yang akan diambilnya. Konflik dibedakan tiga jenis yaitu:
1)      Konflik mendekat-mendekat, yaitu kondisi psikis yang dialami individu karena menghadapi dua motif positif (motif yang disenangi atau yang diinginkan) sama kuat. Misalnya seorang mahasiswa yang harus memilih  antara mengikuti ujian akhir semester dengan melaksanakan tugas dari kantor tempat dia bekerja.
2)      Konflik menjauh-menjauh, kondisi psikis yang dialami individu karena menghadapi dua motif negatif (motif yang tidak disenangi) sama kuat. Misalnya seorang terdakwa harus memilih benyuk hukuman yang dijatuhkan kepadanya, yaitu antara masuk penjara atau membayar uang dengan jumlah yang tidak mungkin terjangkau.
3)      Konflik mendekat menjauh, yaitu kondisi psikis yang dialami individu karena menghadapi situasi mengandung motif positif dan negatif sama kuat. Misalnya seorang pelajar putri dari sebuah SMA menghadapi dua masalah yang harus dipilih salah satu antara memakai jilbab karena keinginanya atau dikeluarkan dari sekolah yang bukan keinginannya.
b.      Frustasi
Frustasi dapat diartikan sebagai kekecewaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan. Sumber frustasi dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu:
1)      Frustasi lingkungan, frustasi yang disebabkan oleh rintangan yang terdapat dalam lingkungan. Misalnya, seorang pria yang akan menikah dengan seorang gadis idamanya, tapi ternyata gadis tersebut meninggal dunia.
2)      Frustasi pribadi, frustasi yang timbul dari ketidakmampuan orang itu mencapai tujuan. Misalnya, seorang siswa yang bercita-cita menjadi dokter, tapi ternyata pada saat penjurusan dia harus masuk IPS karena prestasi belajar di bidang IPA sangat kurang.
3)      Frustasi konflik, frustasi yang disebabkan konflik dari berbagai motif dalam diri seseorang.
Reaksi individu terhadap frustasi yang dialami berbeda-beda, diantaranya:
1)      Agresi marah, berwujud verbal(marah-marah) atau non-verbal(seperti membanting pintu, memecahkan barang-barang, dan memukul).
2)      Bertindak secara eksplosif, yaitu dengan perbuatan jasmaniah ataupun dengan ucapan-ucapan, setelah terkuras unek-uneknya semua, biasanya individu itu merasa ketegangan dalam dirinya itu berkurang atau menghilang.
3)      Dengan cara introversi, dengan jalan menarik diri adri dunia nyata, dan masuk ke dunia khayal.
4)      Perasaan tak berdaya,
5)      Kemunduran, yang menunjukkan frustasi kemunduran dalam tingkah laku, yaitu tingkah laku kekanak-kanakan, seperti: ngompol, dan mengisap ibu jari.
6)      Fiksasi, yaitu mengulang kembali sesuatu yang menyenangkan.
7)      Penekanan, dengan cara menekan pengalaman traumatis, keinginan, kekesalan, atau ketidaksenangan kealam tidak sadar.
8)      Rasionalisasi, usaha-usaha mencari-cari dalih pada orang lain untuk menutupi kesalahan(kegagalan sendiri). Seperti mahasiswa yang mendapat nilai jelek, dia beralasan karena dia sedang sakit sehingga nilainya jelek padahal dia tidak sakit.
9)      Proyeksi, dengan melemparkan sebab kegagalanya kepada orang lain atau sesuatu di luardirinya.
10)  Kompensasi, berusaha untuk menutupi kekurangan aatu kegagalannya dengan cara-cara lain yang dianggapnya memadai. Missal, meminum minuman keras.
11)  Sublimasi, mengalihkan tujuan pada tujuan yang mempunyai nilai social atau etika yang lebih tinggi. Contoh: senang berkelahi menjadi petinju.
3.      Sikap
Sikap adalah kondisi mental yang relative menetap untuk merespon suatu objek atau perangsang tertentu yang mempunyai arti, baik bersifat positif, netral, atau negative, menyangkut aspek-aspek kognisi, afeksi dan kecenderungan untuk bertindak.
1)      Unsur sikap:
a)      Unsur kognisi, terdiri atas keyakinan atau pemahaman individu terhadap objek-objek tertentu. Misal, sikap terhadap perjudian, minuman keras dan sebagainya itu kita yakini dan memahami bahwa itu hukumnya haram.
b)      Unsur afeksi, menunjukkan perasaan yang menyertai sikap individu terhadap suatu objek. Unsure ini bersifat positif bila menyenangi, menyetujui, dan negative bila sebaliknya dari positif. Misalnya, kita sebagi orang Islam tidak menyukai judi dan minuman keras karena kita tahu hukumnya haram.
c)      Unsure kecenderungan bertindak, meliputi seluruh kesediaan individu untuk bertindak atau mereaksi terhadap objek tertentu yang dipengaruhi oleh unsure-unsur sebelumnya. Misalnya, seorang muslim yang sudah meyakini bahwa judi itu hukumnya haram, , dia akan membenci judi tersebut dan dia cenderung akan menjauhi dan berusaha akan menghilangkannya.
1)      Ciri-ciri sikap:
a)      Terdapat   hubungan antara subjek-objek, berupa benda, orang, nilai-nilai, pandangan hidup, agam, hukum, lembaga masyarakat, dan sebagainya.
b)      Tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-penglaman.
c)      Dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan pada saat yang berbeda.
d)     Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan.
e)      Sikap tidak menghilang meskipun kebutuhan sudah terpenuhi
2)      Pembentukan sikap dipengaruhi 4 faktor, yaitu:
a)      Faktor pengalaman khusus, misalnya para mahasiswa yang mendapat perlakuan baik dari dosennya, baik pada waktu belajar atau di luar jam belajar, maka akan terbentuk pada dirinya sikap positif pada dosen tersebut.
b)      Faktor komunikasi dengan orang lain, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu melalui media massa, seperti: TV, radio, surat kabar dan majalah.
c)      Faktor model, dengan melalui jaln mengimitasi suatu tingkah laku yang memakai model dirinya, seperti perilaku orang tua, dosen, guru, pemimpin, bintang film dan sebagainya.
d)     Faktor lembaga-lembaga social, suatu lembaga juga dapat menjadi sumber yang mempengaruhi terbentuknya sikap, seperti lembaga keagamaan, organisasi kemsyarakatan, partai politik, dan sebagianya.
3)      Teori Perubahan sikap, yaitu:
a)      Pendekatan teori belajar, bahwa sikap itu berubah disebabkan oleh proses belajar atau materi yag dipelajari.
b)      Pendekatan teori persepsi, bahwa sikap seseorang itu berubah bila persepsinya tentang objek itu berubah
c)      Pendekatan teori konsistensi, bahwa setiap oaring aakn berusahauntuk memelihara harmoni intensional, yaitu kesersian atau keseimbangan dalam dirinya.
d)     Pendekatan teori fungsi, sikap seseorang itu akan berubah atu tidak, sangat bergantung pada hubungan funsional objek itu bagi dirinya atau pemenuhan kebutuhan dirinya.
4.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Individu
a.       Hereditas(keturunan)
Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik atau psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi(masa pembuahan ovum oleh sperma)sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen”.
Yang diturunkan orang tua kepada anak adalah sifat strukturnya, bukan tingkah laku yang diperoleh (hasil belajar atau pengalaman). Penurunan sifat-sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya adalah melalui prinsip-prinsip berikut:
1)      Reproduksi, yaitu bahwa penurunan sifat itu hanya berlangsung dengan melalui sel benih.
2)      Konformitas, yaitu proses penurunan sifat itu mengikuti pola dari jenis (spesies) generasi sebelumnya, misalnya manusia menurunkan sifat-sifat manusia pada anaknya.
3)      Variasi, yaitu bahwa proses penurunan sifat-sifat itu akan terjadi beraneka(bervariasi). Misalnya, antara kakak dan adik akan terdapat perbedaan, meskipun berasal dari orang tua yang sama.
4)      Regresi filial, yaitu bahwa penurunan sifat atau cirri-ciri itu cenderung kearah rata-rata.
b.      Lingkungan
Lingkungan adalah segala hal yang mempengaruhi individu, sehingga individu itu terlibat/terpengaruh karenanya. Semenjak masa konsepsi dan masa-masa selanjutnya, perkembangan individu dipengaruhi oleh mutu makanan yang diterimanya, temperature udara sekitarnya, suasana dalam keluarga, sikap-sikap orang sekitar, hubungan dengan sekitarnya, suasana pendidikan, (informal,formal, nonformal). Dengan kata lain, individu akan menerima pengaruh dari lingkungan, member respon kepada lingkungan, mencontoh atau belajar tentang berbagai hal dari lingkungan.
Lingkungan perkembangan individu adalah keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik atau social yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu.
1)      Lingkungan keluarga
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih saying, dan pedidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun social budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
2)      Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.
a)      Pencapaian Tugas Perkembangan Melalui Kelompok Teman Sebaya di Sekolah
Remaja sering menempatkan teman sebaya lebih penting dibandingkan orangtua atau guru dalam menyatakan kesetiaannya.
Dalam masyarakat sering muncul perselisihan atau kesalahpahaman antara kelompok sebaya remaja dengan orangtua, guru, dan orang-orang yang mempunyai otoritas lainnya. Dengan itu pengalaman remaja tersebut sangat bermanfaat untuk mencapai kedewasaan diri. Dengan kata lain, dalam kelompok sebaya ini, remaja dapat menuntaskan tugas-tugas perkembangan mencapai hubungan baru dengan teman sebaya, baik  pria maupun wanita, dan mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
Upaya pimpinan dan guru-guru disekolah dalam membantu siswa mencapai perkembangan diatas adalah :
(1)   Memberikan pengajaran atau bimbingan tentang keterampilan sosial.
(2)   Memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler atau OSIS.
(3)   Mengajar atau membimbing siswa tentang masalah peranan sosial pria atau wanita dalam masyarakat.
(4)   Menugaskan siswa untuk mengamati kehidupan sosial dalam bidang pendidikan, pekerjaan, kehidupan berkeluarga atau kehidupan bermasyarakat lainnya sebagai bahan pembahasan diskusi dengan guru.
b)       Mencapai Perkembangan Kemandirian Pribadi
Remaja merupakan periode perkembangan ke arah kemandirian. Untuk mencapai aspek perkembangan ini, remaja harus dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan :
(1)   Menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif.
(2)   Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau dari orang dewasa lainnya.
(3)   Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
(4)   Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan.
(5)   Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
(6)   Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang perlu bagi kompetensi sebagai warga negara.
Dalam membantu remaja mencapai tugas-tugas perkembangan di atas, maka sekolah dapat memfasilitasinya dengan upaya-upaya sebagai berikut:
(1)   Melalui pelajaran biologi, kesehatan dan olahraga, atau layanan bimbingan, guru mata pelajaran atau guru pembimbing dapat memberikan penjelasan tentang pertumbuhan atau perubahan fisik remaja.
(2)   Membantu siswa dalam mengembangkan kondisi dirinya (kekuatan dan kelemahannya).
(3)   Menyediakan fasilitas bagi siswa dalam bidang olahraga, kesenian atau keterampilan-keterampilan lainnya.
(4)   Menciptakan suasana sekolah yang kondusif bagi perkembangan emosional siswa (memelihara hubungan antara guru-siswa, yang bersifat hangat penuh pengertian dan penerimaan).
(5)   Memberikan informasi kepada siswa tentang cara menghadapi frustasi atau stres secara sehat.
(6)   Memberikan kesempatan kepada siswa misalnya dalam proses belajar mengajar berlangsung untuk mengajukan pertanyaan, atau pendapatnya.
(7)   Memberikan bimbingan tentang cara memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
(8)   Membantu siswa mengembangkan rasa percaya dirinya.
(9)   Melalui proses belajar mengajar atau bimbingan khusus guru mengembangkan sikap, semangat, atau kebiasaan positif siswa untuk belajar.
(10)           Mengembangkan sikap positif siswa terhadap dunia kerja.
(11)           Mengembangkan informasi tentang dunia kerja.
(12)           Membantu siswa tentang cara memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.
(13)           Mengembangkan sikap positif siswa terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga.
c.       Kematangan
      Yang dimaksud kematangan ialah siapnya suatu fungsi kehidupan, baik fisik maupun psikis untuk berkembang dan melakukan tugasnya.
5.      Masalah Perkembangan Individu
            Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa karakteristik pewarisan orangtuanya. Karakteristik tersebut menyangkut fisik (seperti struktur tubuh, warna kulit, dan bentuk rambut) dan psikis atau sifat-sifat mental (seperti emosi dan kecerdasan).
Munculnya perkembangan bersumber pada faktor-faktor berikut:
a.       Kematangan fisik, misalnya belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki dan belajar bergaul dengan lawan jenis pada masa remaja karena adanya kematangan hormon seksual.
b.      Tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya belajar membaca, menulis, berhitung dan berorganisasi.
c.       Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu itu sendiri, misalnya memilih pekerjaan dan memilih teman hidup.
d.      Tuntutan norma agama, misalnya taat beribadah kepada Allah dan berbuat baik pada sesama manusia.
Perkembangan dalam rentang kehidupan individu dapat di uraikan sebagai berikut:
a.       Perkembangan Usia Bayi dan Kanak-kanak (0-6 tahun)
1)      Belajar berjalan.
2)      Belajar memakan makanan padat.
3)      Belajar berbicara.
4)      Belajar buang air kecil dan buang air besar.
5)      Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
6)      Belajar memahami konsep-konsep sederhana tentang kehidupan sosial dan alam.
7)      Belajar melakukan hubungan emosional dengan orangtua, saudara dan orang lain.
8)      Belajar mengenal konsep baik dan buruk.
9)      Mengenal konsep norma atau ajaran agama secara sederhana.
b.      Perkembangan Usia Sekolah Dasar (7-12 tahun)
1)      Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
2)      Belajar membentuk sikap positif, yang sehat (dapat merawat kebersihan dan kesehatan diri).
3)      Belajar bergaul dengan teman sebaya.
4)      Belajar memainkan peranan sesuai jenis kelamin.
5)      Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
6)      Belajar mengembangkan konsep agama, ilmu pengetahuan, dan adat istiadat sehari-hari.
7)      Belajar memahami tentang benar-salah dan baik-buruk.
8)      Belajar memperoleh kebebasan (bersikap mandiri).
9)      Belajar mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan sosial.
10)  Mengenal dan mengamalkan ajaran agama sehari-hari.
c.       Perkembangan Usia Remaja (13-19 tahun)
1)      Menerima fisiknya sendiri.
2)      Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang lain tanpa bergantung kepadanya.
3)      Mengembangkan keterampilan komunikasi.
4)      Mampu bergaul dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar.
5)      Memiliki kepercayaan terhadap kemampuan sendiri.
6)      Memperoleh kemampuan mengendalikan diri sendiri.
7)      Mampu meninggalkan sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan.
8)      Bertingkah laku yang bertanggung jawab.
9)      Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep yang diperlukan bagi Warga Negara.
10)  Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan).
11)  Memiliki sikap positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga.
12)  Mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
d.      Perkembangan Usia Dewasa Awal (20-40 tahun)
1)      Mengembangkan sikap,wawasan dan pengalaman nilai-nilai agama.
2)      Memperoleh atau mulai memasuki pekerjaan.
3)      Memilih pasangan hidup.
4)      Mulai memasuki pernikahan dan hidup berkeluarga.
5)      Mengasuh, merawat dan mendidik anak.
6)      Mengelola hidup rumah tangga.
7)      Memperoleh kemampuan dan kemantapan karir.
8)      Mengambil tanggung jawab atau peran sebagai warga masyarakat.
9)      Mencari kelompok sosial (kolega) yang menyenangkan.
e.       Perkembangan Usia Dewasa Madya (40-60 tahun)
1)      Memantapkan pemahaman dan pengalaman nilai-nilai agama.
2)      Mencapai tanggung jawab sosial sebagai warga negara.
3)      Membantu anak yang sudah remaja untuk belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.
4)      Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada aspek fisik (penurunan kemampuan dan fungsi).
5)      Memantapkan keharmonisan hidup berkeluarga.
6)      Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir.
7)      Memantapkan peran sebagai orang dewasa, baik di lingkungan kerja maupun masyarakat.
f.       Perkembangan Usia Dewasa Tua (Lansia: 60 tahun – meninggal)
1)      Lebih memantapkan diri dalam mengamalkan ajaran agama.
2)      Mampu menyesuaikan diri dengan mennurunnya kemampuan dan kesehatan fisik.
3)      Dapat menyesuaikan diri dengan masa pensiun (jika  pegawai negeri) dan berkurangnya penghasilan keluarga.
4)      Dapat menyesuaikan diri dengan orang lain yang seusia.
5)      Memantapkan hubungan yang lebih harmonis dengan anggota keluarga (istri, anak, menantu, cucu, dan saudara).
6.      Masalah Perbedaan Individu
            Di sekolah sering kali tampak masalah perbedaan individu ini, misalnya ada siswa yang sangat cepat dan ada yang lambat belajar, ada yang menonjol dalam kecerdasan tertentu tetapi kurang cerdas dalam bidang lain. Di samping itu, perbedaan ini banyak menimbulkan masalah baik bagi siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungannya. Maka, masalah perbedaan individu ini perlu mendapat perhatian dalam pelayanan pendidikan. Sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa dalam menghadapi masalah-masalah sehubungan dengan perbedaan individu.
7.      Masalah Kebutuhan Individu
Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kebutuhan dalam diri individu yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan sosialpsikologis. Beberapa di antaranya kebutuhan-kebutuhan yang harus diperhatikan ialah sebagai berikut:
·         Memperoleh kasih sayang.
·         Memperoleh harga diri.
·         Memperoleh penghargaan yang sama.
·         Ingin dikenal.
·         Memperoleh prestasi dan posisi.
·         Untuk dibutuhkan orang lain.
·         Merasa bagian dari kelompok.
·         Memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
·         Memperoleh kemerdekaan diri.
·         Masalah Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental.

a.       Penyesuaian Normal.
Penyesuaian normal ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
1)      Terhindar dari ekspresi emosi yang berlebih-lebihan, merugikan, atau kurang mampu mengontrol diri.
2)      Terhindar dari mekanis psikologis, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi dan sebagainya.
3)      Terhindar dari perasaan frustasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya.
4)      Mampu memecahkan masalah.
5)      Mampu mengembangkan kualitas dirinya, khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk memnuhi kebutuhan atau mengatasi masalah sehari-hari.
6)      Mempu memanfaatkan pengalaman masa lalu, bercermin ke masa lalu baik yang terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik.
7)      Bersikap mampu menerima kenyataan hidup yang dihadapi secara wajar, mampu menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak didasari oleh prasangka buruk atau negatif.    
b.      Penyesuaian Menyimpang
Penyesuaian menyimpang adalah tingkah laku abnormal (abnormal behavior), terutama terkait dengan kriteria agama. Penyesuaian yang menyimpang atau tingkah laku abnormal dapat ditandai dengan respon-respon berikut.
1)      Reaksi bertahan
Orang ini berusaha mempertahankan diri seolah-olah tidak mengalami kesalahan, menutupi kesalahan, atau menutupi kelemahan dirinya sendiri dengan cara atau alasan tertentu. Bentuk reaksi ini antaranya : a) Konpensasi, menutupi kelemahan dalam satu hal dengan cara mencari kepuasan dalam bidang lain. Contoh : Apabila kita dalam satu pekerjaan, kita dapat menutupi kelemahan tersebut dengan cara mencari pekerjaan yang baru. b) Sublimasi, menutupi atau mengganti kelemahan dengan cara mencari kegiatan sesuai dengan nilai masyarakat. c) Proyeksi, melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain.
2)      Perasaan Rendah Diri
Inferioritas ini dapat diartikan sebagai perasaan yang tidak disadari yang berasal dari kekurangan diri baik secara nyata maupun maya (imajinasi).
Inferrioritas menimbulkan gejala perilaku sebagai berikut :
a)      Peka (merasa tidak senang) terhadap kritikan orang lain.
b)      Sangat senang terhadap ujian atau penghargaan.
c)      Senang mengkritik dan mencela orang lain.
d)     Kurang senang untuk berkompetisi.
e)      Cenderung senang menyendiri pemalu dan penakut.
Berkembangnya sikap inferioritas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a)      Kondisi fisik : lemah, kerdil, cacat, tidak berfungsi, atau wajah yang tidak menarik.
b)      Psikologis : kecerdasan dibawah rata-rata, konsep diri yang negatif dapat berdampak karena frustasi yang terus-menerus dalam memenuhi kebutuhan dasar (seperti selalu gagal memperoleh status, kasih sayang, prestasi dan pengakuan).
c)      Kondisi lingkungan yang tidak kondusif : hubungan keluarga tidak harmonis, kemiskinan dan perlakuan yang keras dari orangtua.
d)     Perasaan Tidak Mampu
      “Inadequasi” merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan dari lingkungan. Contohnya: Seseorang siswa mengeluhkarna tidak mampu memenuhi tuntutan akademik di sekolahnya.
e)      Perasaan Gagal
      Perasaan ini sangat dekat hubungannya dengan perasaan yang tidak mampu karena jika seseorang tidak merasa bahwa dirinya tiddak mampu, maka dia akan cenderung mengalami kegagalan untuk melakukan sesuatu atau mengatasi masalah yang dihadapinya.
f)       Perasaan Bersalah
      Perasaan bersalah muncul setelah seseorang yang melanggar aturan moral atau yang dianggap berdosa.
8.      Kreativitas
a.       Pengertian
Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta suatu produk baru, atau kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi ciri-ciri kognitif (aptitude), seperti kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), elaborasi (elaboration), dan pemaknaan kembali (redefinition) dalam pemikiran, maupun ciri-ciri nonkognitif (non-aptitude), seperti motivasi, sikap, rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru.
Ciri-ciri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Kelancaran adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan
2.      Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah.
3.      Keaslian adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise.
4.      Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci.
5.      Redefinisi adalah kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh orang banyak.
b.      Karakteristik
SCU Munandar (1984) melakukan penelitian terhadap sejumlah ahli psikologi tentang pendapat mereka mengenai cirri-ciri kepribadian kreatif, yang hasilnya adalah sebagai berikut:
1)      Mempunyai daya imajinasi yang kuat.
2)      Mempunyai inisiatif.
3)      Mempunyai minat yang luas.
4)      Bebas dalam berfikir (tidak kaku dan terhambat).
5)      Bersifat ingin tahu.
6)      Selalu ingin mendapat pengalaman-pengalaman baru.
7)      Percaya pada diri sendiri.
8)      Penuh semangat.
9)      Berani mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan).
10)  Berani menyatakan pendapat dan keyakinan (tidak ragu-ragu dalam menyatakan pendapat meskipun mendapat kritik dan berani mempertahankan pendapat yang menjadi keyakinannya).
c.       Pengembangan Kreatiitas
Setiap orang diasumsikan memiliki kemampuan kreatif meskipun dengan tingkat yang beragam. Kreativitas seseorang berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan). Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri sendiri, seperti kondisi kesehatan fisik, tingkatan kecerdasan, kondisi kesehatan mental. Sementara faktor lingkungan yang mendukung perkembangan kreativitas di antaranya adalah orangtua atau guru dapat menerima anak apa adanya, orangtua atau guru bersikap empati kepada anak, orangtua atau guru member kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pikiran, orangtua atau guru (sekolah) memupuk sikap dan minat anak dengan berbagai kegiatan yang positif, orangtua atau guru (sekolah) menyediakan sarana-prasarana pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif-inovatif.
9.      Stres dan Pengelolaannya                                                                                                 
a.       Teori Stres
Stress merupakan fenomena psikifisik. Stress dialami setiap orang, dengan tidak mengenal jenis kelami, usia, kedudukan, jabatan atau status sosial ekonomi. Stres bisa dialami oleh seorang bayi, anak-anak, remaja atau dewasa, dialami oleh pejabat atau warga masyarakat biasa, dialami oleh pengusaha atau karyawan, dialami oleh guru maupun siswa dan dialami oleh pria maupun wanita.
Stres dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap individu. Pengaruh positif, yaitu mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negatif, yaitu menimbulkan perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah, atau depresi, dan memicu berjangkitnya sakit kepala,  sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi,  atau stroke.
Teori dasar tentsng stres dapat disimpulkan ke dalam tigavariabel pokok, yaitu sebagai berikut :
1)      Variabel Stimulus atau engineering approach (pendekatan rekayasa) yang mengkonsepsikan stress sebagai suatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya)
2)      Variabel Respon atau physiological approach (pemdekatan fisiologis) yang didasarka pada model triphase dari Hans Selye. Dia mengembangkan konsep yang lebih spesifik tentang reaksi manusia terhadap stressor, yang dia namakan GAS (General Adaptation Syndrome), yaitu mekanisme respon tipikal tubuh dalam merespon rasa sakit, ancaman atau stressor lainnya.
3)      Variabel Interaktif, yang meliputi dua teori yaitu sebagai berikut,
a.       Teori Interaksional, teori yang memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek, keterkaitan antara individu dengan ingkungannya, dan hakikat hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kebiasaan mengambil kepuutusan.
b.      Teori Transaksional yang memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek kognitif dan afektif individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan, baik fisik, maupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap stressor (stimulus yang berupa peristiwa, objek, atau orang) yang mengancam, mengganggu, membebani, atau membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan, atau keejahteraan hidupnya.
b.      Gejala Stres
Untuk mengetahui apakah diri kita aatau orang lain mengalami stres dapat dilihat dari gejala-gejalanya, baik fisik maupun psikis.
1)      Gejala Fisik, diantaranya sakit kepala, sakit lambung (mag), hypertensi, (darah tinggi), sakit jantung atau berdebar-debar, insomnia (sulit tidur), mudah keringat dingin, kurang selera makam, dan sering buang air kecil.
2)      Gejala Psikis, diantaranya gelisah atau cemas, kurang dapat berkonsentrasi belajar atu bekerja, sikap apatis (masa bodoh), sikap pesimis, hilang rasa humor, bungkam seribu bahasa, malas belajar atau bekerja, sering melamun, dan sering marah-marah atau bersikap agresif .
c.       Factor-faktor Pemicu Stres
Faktor pemicu stres itu dapat diklasifikasikan h dalam beberapa kelompok berikut.
1)      Stressor fisik-biologik, seperti penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal misalnya terlalu kecil, kurus, pendek atau gemuk.
2)      Stressor Psikologik, seperti berburuk sangka, frustasi karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan, hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan yang di luar kemampuan.
3)      Stressor sosial, seperti hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal, anak yang nakal, sikap dan perlakuan orangtua yang keras, salah seorang anggota keluarga mengidap gangguan jiwa, dan tingkat ekonomi keluarga yang rendah, harga kebutuhan pokok yang mahal, kurang tersedia fasilitas air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang sangat panas/dingin, suara bising, dll.
Faktor-faktor yang mengganggu kestabilan (stress) organism berasal dari dalam maupun dari luar. Faktor yang yang berasal dari dalam diri organism adalah bilogi dan psikologis, sedangkan yang berasal dari luar adalah factor lingkungan.
a)      Faktor Biologis
Stressor biologis meliputi factor-faktor genetika, pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makanan, postur tubuh, kelelahan, dan penyakit.
(1)   Faktor Genetika
Predisposisi biologis yang menyebabkan stres adalah factor-faktor yang berkembang sebelum kelahiran atau komposisi genetiak. Dalam kenyataan, semua karekteristik biologis maupun mental setiap individu, termasuk kekuatan dan kelemahannya dikontrol oleh intruksi-intruksi kode genetika tertentu dalam dirinya. Factor predisposisi lainnya yang menyebabkan stress ini adalah proses perkembangan dalam kandungan. Apabila seorang ibu yang mengandung suka mengkonsumsi alcohol, obat-obatan, racun, atau makanan yang menyebabkan alergi, maka semua itu akanmerusak perkembangan sang bayi yang sedang dikandung.
10.  Pengalaman Hidup
Setiap individu memiliki pengalaman hidup yang unik. Pengalaman hidup merupakan proses transisi kehidupan individu dari mulai masa anak sampai masa dewasa. Masa transisi ini melahirkan suasana krisis atau stress pada diri individu. Contoh pada masa anak sakit demam, kecelakaan, dan patah tulangdan pada masa remaja masalah penyusuaian terhadap perkembangan perasaan independeen dan fenomena kematangan organ seksual.
a.       Tidur
Setiap orang memiliki kebutuhan untuk tidur. Apabila dia mengalami kurang tidur atau tidurnya tidak nyenyak, maka akan berakibat kurang baik bagi dirinya seperti tidak berkonsentrasi, kurang semangat untuk melakukan suatu kegiatan, mudah tersinggung, mengalami gangguan halusinasi.
b.      Diet
Diet artinya makanan atau vitamin sebagai nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Dalam hidupnya, setiap individu membutuhkan nutrisi yang seimbang yaitu karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan air. Kekurangan atau kelebihan nutrisicenderung mempengaruhi proses metabolism tubuh yang normal dan mengganngu kadar gula darah yang normal, sehingga menimbulkan stres.
c.       Postur Tubuh
Postur merupakan fungsi dari kerangka dan perorotan tubuh secara kesluruhan. Postur yang kurang sempurna atau normal dapat merintangi keberfungsian sistem organ-organ tubuh. Di samping itu, postur yang tidak sempurna ini mempunyai pengaruh yang kurang baik kepada suasana psikologis individu dan kemampuan berhubungan sosialnya dengan orang lain.
d.      Kelelahan
Secara teknis, kelelahan ini merupakan suatu kondisi dimana reseptor sensoris atau motor kehilangan kemampuan atau kekuatan untuk merespon stimulus. Kelelahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor: merokok dan meminum minuman keras yang berlebihan, istirahat yang tidak memadai, ketegangan otot yang terus-menerus, anemia, sakit jantung, atau penyakit tubercolusis.
e.       Penyakit
Penyakit merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur tubuh yang menyebabkan kegagalan dalam mencegah datngnya stressor. Kemampuan organism untuk menolak penyakit didasarkan oleh sejumlah kegiatan penyeimbang yang kompleks.
























BAB III. PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Landasan Filosofis
a.       Landasan filosofis bimbingan terkait dengan cara pandang para ahli berdasarkan olah pikirnya tentang hakikat manusia, tujuan, dan tugas hidupnya di dunia ini, serta upaya-upaya untuk mengembangkan, mengangkat, atau memelihara nilai-nilai kemanusiaan manusia.
b.      Bimbingan merupakan kegiatan manusiawi yang terkait dengan upaya menembangkan potensi insaniah manusia, sehingga manusia senantiasa berasa dalam alur kehidupan yang bermartabat dan beradab.
c.       Konselor seyogianya meiliki pemahaman yang mendalam tentang filsafat manusia (filsafat antropologis) agar memiliki pedoman yang akurat dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien ke arah kehidupan yang sesuai dengan nila-nilai kemanusiaan yangdimiliki klien.
2.      Landasan Religius
a.       Agama merupakan pedoman hidup bagi manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia ini dan di akhirat kelak. Karena agama sebagai pedoman hidup, maka dalam semua kegiatan kehidupan manusia harus merujuk kepada nilai-nilai agama.
b.      Manusia adalah makhluk yang mempunyai firah beragama, homo religius, yang berpotensi untuk dapa memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama.
c.       Hakikat manusia adalah makhluk Allah, yang berfungsi sebagai hamba dan khalifah-Nya. Sebagai hamba, manusia mempunyai tugas suci untuk beribadah kepada-Nya. Sebagai khalifah, manusia mempunyai kewajiban atau amanah untuk menciptakan dan menata kehidupan yang bermakna bagi kesejahteraan hidup bersama (rahmatan lil’alamiin).
d.      Berdasarkan pendapat para ahli dan temuan-temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa agama sangat berperan (berkontribusi secara signifikan) terhadap pencerahan diri dan kesehatan mental individu. Bertitik tolak dari hal ini, maka pengintegrasikan atau penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling merupakan suatu keniscayaan yang harus ditumbuh kembangkan.
e.       Agar penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling berlangsung secara baik, maka konselor dipersyaratkan untuk memiliki pemahaman dan pengalaman agama yang dianutnya, dan menghormati agama klien yang berbeda dengan agama yang dianutnya.
3.      Landasan Psikologis
a.       Masing-masing individu memiliki karakteristik pribadi yang unik. Dalam arti terdapat perbedaan individual di antara mereka, seperti menyangkut aspek kecerdasan, emosi, sosialibitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian diri.
b.      Setiap individu memiliki kebutuhan dan senantiasa dinamik dalam interaksinya dengan lingkungannya. Disamping itu, individu senantiasa mengalami berbagai perubahan baik dalam sikap maupun tingkah laku lainnya.
c.       Agar perkembangan pribadi peserta didik itu dapat berlangsung dengan baik, dan terhindar dari munculnya masalah-masalah psikologis, maka kepada mereka perlu diberikan bantuan yang sifatnya pribadi. Upaya bantuan yang dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik melalui pendekatan psikologis adalah layanan bimbingan dan konseling.